Segala puji hanyalah milik Allah yang telah memberikan kita kesehatan jasmani maupun rohani, serta memberikan kita taufiq untuk selalu menambah ilmu agama-Nya dan mengikuti sunnah-sunnah Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Pada artikel sebelumnya kita sudah membahas tentang semangat menuntut ilmu, kita melihat kesungguhan para sahabat dan para ulama dalam menuntut ilmu mereka serta memberikan semangat dan contoh yang bisa kita ambil faidah darinya.
Kita perhatikan firman Allah تعالى berikut.
اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ
“Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang menciptakan.” (Al-Alaq: 1)
Ayat tersebut mengandung banyak syarat dan makna yang tidak terbatas. Kata اِقْرَأْ merupakan bentuk kata perintah dari kata قَرَأَ. Maksudnya adalah perintah yang pasti dan tegas untuk membaca, juga motivasi untuk belajar dan membaca.
Allah تعالى dalam ayat lain memerintahkan nabi ﷺ agar meminta tambahan ilmu dan sudah kita sebutkan penggalan ayat pada artikel sebelumnya, yaitu di surat Taha ayat 114. Allah تعالى berfirman.
وَلَا تَعْجَلْ بِالْقُرْاٰنِ مِنْ قَبْلِ اَنْ يُّقْضٰٓى اِلَيْكَ وَحْيُهٗ ۖوَقُلْ رَّبِّ زِدْنِيْ عِلْمًا
Dan janganlah engkau (Muhammad) tergesa-gesa (membaca) Al-Qur’an sebelum selesai diwahyukan kepadamu, dan katakanlah, “Ya Tuhanku, tambahkanlah ilmu kepadaku.” (Taha ayat 114)
Ibnul Qoyyim رَحِمَهُ اللهُ berkata, “Ayat ini cukup sebagai bukti kemuliaan ilmu. Yaitu, Allah memerintahkan Nabi-Nya agar meminta tambahan ilmu.”
Ibnu Katsir رَحِمَهُ اللهُ meyatakan dalam tafsirnya, “Maksudnya adalah tambahkanlah untukku ilmu dari-Mu”. Dan sebuah pendapat mengatakan, “Allah tidak pernah memerintahkan Rasul-Nya untuk meminta tambahan dalam suatu perkara kecuali dalam perkara ilmu.”
Dalam sebuah hadist, Rasulullah ﷺ menceritakan kepada para sahabat sebuah kisah nabi Musa yang meminta tambahan ilmu, sebagaimana terdapat dalam Ash-shahihain. Nabi ﷺ bersabda, “ketika Musa sedang berada di Kerumunan Bani Israil, tiba-tiba seseorang mendatanginya, lalu bertanya, “Adakah orang yang lebih berilmu darimu?’ ‘tidak’, jawab Musa. Lalu Allah menyampaikan wahyu keapdanya, ‘tentu saja ada, yaitu hamba-Ku yang bernama Khidir.’ Kemudian Musa meminta agar bisa bertemu dengannya.” (Al-Hadist)
Kisah ini terdapat beberapa pelajaran yang disebutkan oleh para ulama, salah satunya Abul Abbas Al-Qurthubi رَحِمَهُ اللهُ. Beliau menuturkan :
- Perjalanan seorang ulama untuk mencari tambahan ilmu
- Bolehnya meminta bantuan pelayan dan teman saat mencari ilmu
- Anjuran memanfaatkan pertemuan dengan orang-orang baik dan para ulama meskipun jauh daerah mereka.
Al-Hafizh Ibnu Hajar رَحِمَهُ اللهُ dalam Fath Al-Bari menuturkan, “Keduudukan Nabi Musa yang tinggi dan terhormat tidak menghalanginya untuk mencari ilmu dan mengarungi lautan demi ilmu.”
Inilah keadaan para nabi, para ulama dan pewaris para nabi. Sementara itu, para nabi hanya mewariskan ilmu kepada mereka. Para ulama lalu mencarinya dan mengikuti jalannya sehingga mereka mendapatkan bagian yang melimpah ruah.
Sehingga bisa direnungkan bahwasannya nabi Muhammad ﷺ diperintahan untuk meminta tambahan ilmu dan kita harus mencontohnya, dan juga nabi Musa عليه السلام mencari ilmu jauh dari daerahnya kita pun mencontohnya sesuai kemampuan kita. Inilah yang diikuti oleh para ulama yang mereka rela mengorbankan waktunya dan tenaganya untuk memperluas ilmunya sampai semakin dalam keilmuannya. Mereka pun pantas dikenang dan mendapat pahala.
Demikianlah artikel pada kesempatan semoga kita bisa merenungkan hal ini serta menjadikan kita selalu istiqomah dalam menuntut ilmu dan mendalaminya, Aamiin ya rabbal ‘alamin.
والله أعلم و أحكم
Referensi: Gila Baca Ala Ulama karya Syaikh Ali bin Muhammad Al’Imran
Komentar