Segala puji hanyalah milik Allah. Dimana Dia Maha Pemberi Petunjuk sehingga manusia tidak tersesat. Maka Dia turunkan di antara manusia agama Islam dengan syariat-syariatnya yang telah sempurna. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada baginda nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa salam para keluarganya dan para pengikutnya.

Bukanlah penulis ini yang mengabarkan bahwasanya Islam telah sempurna. Bahkan baginda shallallahu alaihi wasalam sekalipun hanyalah penyampai. Dan bukanlah Al-Quran yang berkata sesuai kehendaknya karena dia bukanlah makhluk. Akan tetapi ini adalah berita langsung dari Allah kepada hamba-hamba-Nya.

Allah Jalla Jalaluh berfirman

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu.” (Al-Maidah:3)

Maka apabila air sirup yang sudah pas takaran airnya, perlukah ditambah air lagi atau bahkan dikurangi?

Tidakkah rasa manis itu akan hilang karena ditambah. Atau terlalu manis karena dikurangi kadar airnya.

Agama Islam ini telah sempurna. Tidak perlu ditambahi atau dikurangi. Tidakkah seseorang takut karena dia bersusah payah begitu banyak beribadah, namun ternyata amalannya bukanlah dari ajaran Islam.

Hal ini telah diperingatkan oleh nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa salam satu abad yang lalu. Dan hadits ini yang akan menjadi fokus bahasan kita pada kesempatan ini. Beliau bersabda melalui ibunda Aisyah radhiyallahu ‘anha.

عن أم المؤمنين أم عبد الله عائشة رضي الله غنها قالت : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. وفي رواية لمسلم : مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.

“Dari ibunda kita ummi Abdillah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda barangsiapa mengadakan hal baru dalam urusan agama yang bukan berasal dari agama Islam, maka hal tersebut tertolak.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Dari riwayat Muslim

“Barangsiapa beramal (ibadah) dan ternyata amalan tersebut bukanlah dari kami, maka amalan tersebut tertolak.”

Silsilah Hadits

Hadits ini diriwayatkan oleh istri beliau Shallallahu ‘alaihi wa salam yaitu ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. Beliau disifati sebagai ummul mu’minin sebagaimana Al-Quran telah menjelaskan bahwa istri-istri nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam adalah ibunya orang-orang mukmin. Dan barangsiapa tidak mengimaninya atau tidak membenarkannya maka dia belumlah tergolong orang yang beriman.

Adapun ummu Abdillah adalah kunyah dari saudaranya Asma’ yaitu Abdullah bin az-Zubair. Karena beliau tidaklah memiliki anak. Dan suatu ketika beliau mendatangi nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam dan berkata, “Wahai rasulullah engkau telah memberi nama kunyah kepada istri-istrimu, maka berikanlah aku nama kunyah. Maka beliau menyarankan untuk menggunakan kunyah dengan anak saudarimu Abdullah” (HR Bukhori dalam Adabul Mufrod)

Penjelasan Hadits

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا

Maksud dari lafadz ini adalah mendatangkan perkara baru yang tidak kembali kepada agama Islam dan syariat Islam.

Sedangkan penjelasan penggalan hadits berikut

عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا

Adalah tidak ada landasan dalil dari syariat Islam.

Hadits ini adalah hadis agung dan merupakan dasar dari prinsip Islam. At Thufii rahimahullah mengatakan hadits ini cocok apabila disebut sebagai “Setengah Bagian Dalil Syariah”. Hadits ini seperti timbangan dari amalan-amalan dhohir sebagaimana hadits yang lalu tentang niat atau timbangan dari amalan-amalan batin. (at-Ta’yin fii syarh al-‘arbain li ath-thuufi)

Dan yang dimaksud adalah bahwa setiap amalan yang ditujukan pelakunya untuk beribadah dan bertaqarrab atau untuk mendekat kepada Allah Ta’ala. Maka amalan tersebut disyaratkan harus memiliki landasan dalil yang sah yaitu dari al-Qur’an ataupun dari as-Sunnah. Dan apabila tidak ada dalil yang mendampingi amalan tersebut. Maka amalan tersebut adalah tertolak.

Tidaklah cukup suatu amalan bisa dikerjakan karena dikatakan amalan tersebut baik dimata seseorang. Ataupun ini adalah bentuk upaya diriku untuk lebih mendekat kepada Allah Ta’ala. Karena jika manusia diberikan kesempatan maka bumi ini akan dipenuhi dengan perkara-perkara yang baru. Semakin lapang perkara bidah dan semakin sempit sunnah yang hakiki. Manusia akan terbingungkan dengan amalan si A atau si B dan lupa atau bahkan tak kenal dengan amalan yang asalnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam dan para sahabatnya kerjakan.

Maka ingatlah hadits ini sebagai peringatan sebelum kita beramal. Amalan yang dimaksudkan untuk ibadah maka haruslah ada dalil yang shahih dari al-Quran atau as-Sunnah atau minimal adalah yang pernah para generasi sahabat kerjakan. Karena itulah generasi yang terbaik. Seorang muslim haruslah teliti dan cermat sebelum beramal. Sehingga amalannya tidaklah sia-sia belaka.

Sehingga para ulama ahlu ushul memberikan rumusan

الأصل في العبادة التحريم

“Hukum asal dari ibadah adalah haram”

Atau dari redaksi lainnya

الأصل في العبادات الحظر إلا ينص

“Hukum asal dari segala bentuk ibadah adalah haram kecuali ada dalil yang mensyariatkannya.”

Maka sudahkah kita mengamalkan semua amalan yang dicontoh baginda Shallallahu ‘alaihi wa salam sehingga kita mengamalkan amalan yang tidak pernah beliau ajarkan.

Tameng dari Perkara Baru Dalam Agama

Hadits ini adalah landasan dari larangan beramal bidah dan peringatan dari bentuk taqarrub atau upaya mendekatkan diri dari hal yang tidak disyariatkan oleh Allah dan rasul-Nya. Karena hakikat ibadah tidaklah terbangun dari hawa nafsu belaka.

Ibadah hakikatnya adalah mengikuti apa-apa yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda

فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين، وعضوا عليها بالنواجذ، وإياكم ومحدثات الأمور، فإن كل محدثة بدعة، وإن كل بدعة ضلالة

“Maka diwajibkan oleh kalian untuk mengikuti sunnahku sunnahnya para khulafa ar-rasyidin yang telah diberi petunjuk, gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham. Dan berhati-hatilah dengan perkara baru, karena hal yang mengada-ada adalah bidah dan kebidahan akan menghantarkan seseorang kepada kesesatan.” (HR. Ahmad, at-Tirmidzi, ibnu Majah, ibnu Hibban dan al-Baihaqi)

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa salam juga bersabda

فمن رغب عن سنتي فليس مني

“Maka barangsiapa yang enggan terhadap sunnahku maka dia bukanlah dariku.” (HR. Bukhori dan Muslim)


Diambil dari inti sari pembelajaran kitab

Al-Hululu al-Bahiyyah Syarhu al-Arbain an-Nawawiyah karya Syeikh Dr. Manshur bin Muhammad al-Shoq’ub”

Kategori :