Segala puji bagi Allah atas segala nikmatNya. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga, dan sahabat-sahabatnya, serta bagi mereka yang mengikuti petunjuknya.
Setiap orang pasti mengalami musibah dalam kehidupannya, seperti kehilangan harta, kehilangan orang yang dikasihi, menderita sakit, dan musibah-musibah lainnya. Hendaklah seorang Muslim mengetahui apa yang seharusnya ia lakukan berkenaan dengan adab menghadapi musibah tersebut, di antaranya adalah:
Pertama, sabar menghadapi musibah
Sabar menghadapi musibah adalah adab yang sangat agung. Dan di antara bentuk kesabaran tersebut ialah menahan hati dari kemarahan, menahan lisan dari keluhan, dan menahan anggota badan dari perbuatan yang mengundang kemarahan Allah.
Allah subhanahu wata’ala berfirman
وَٱصْبِرْ عَلَىٰ مَآ أَصَابَكَ ۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ ٱلْأُمُورِ
“… Dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (Qs. Luqman : 17)
Hendaklah seorang Muslim bersabar ketika mendengar berita musibah pertama kali. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الأُولىَ
“Kesabaran yang sesungguhnya adalah pada awal musibah” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kedua, mengharap pahala atas musibah dan bersabar menjalaninya
Hendaklah seseorang mengharap pahala dari Allah atas kesabarannya dalam menerima musibah, karena Allah subhanahu wata’ala menjanjikan balasan dan pahala yang besar.
Dalam sebuah hadits qudsi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Allah subhanahu wata’ala berfirman:
مَا لِعَبْدِي المُؤْمِنِ عِنْدِي جَزَاءٌ إِذَا قَبَضْتُ صَفِيَّهُ مِنْ أَهْلِ الدُنْيَا ، ثُمَّ احْتسَبَهُ إلَّا الجَنَّةُ
“Tidak ada balasan di sisi-Ku yang patut bagi hamba-Ku yang beriman apabila Aku menggambil kekasihnya dari penduduk dunia kemudian ia bersabar kecuali surga” (HR. Bukhari)
Ketiga, mengucapkan kalimat Istirjaa’ dan membaca doa musibah
Apabila seseorang tertimpa musibah, hendaklah ia mengucapkan:
إِنَّا لِلهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ، اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيْبَتِي وَاخْلِفْ لِي خَيرًا مِنْهَا
“Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami akan kembali. Ya Allah, berilah aku pahala dari musibahku ini dan gantilah dengan sesuatu yang lebih baik daripadanya.” (HR. Muslim)
Hendaklah seseorang juga membaca:
اللَّهُ رَبِّي لَا شَرِيكَ لَهُ
“Allah adalah Rabbku, tiada sekutu bagi-Nya”
Sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Tidaklah seseorang tertimpa duka, kesedihan, penyakit, atau kesulitan lalu mengucapkan Allahu Rabbii laa syariika lahu, melainkan akan sirnalah musibah itu darinya.” (HR. Ath Thabrani)
Demikian pula membaca doa tertimpa kesulitan yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
اللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُوْ ، فَلَا تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ ، وَأَصْلِحْ لِي شَأْنِي كُلَّهُ ، لَا إِلهَ إِلَّا أَنْتَ
”Ya Allah, hanya rahmat-Mu yang aku harapkan. Oleh karena itu, janganlah engkau membiarkanku tanpa pertolongan-Mu walau hanya sekejap mata. Perbaikilah seluruh urusanku. Tiada ilah yang berhak diibadahi kecuali Engkau.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Hibban)
Di samping itu, membaca doa yang sering Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam baca ketika meghadapi musibah:
يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيثُ
“Ya Allah, Rabb Yang hidup kekal, Ya Allah Yang terus menerus megurus hamba-Nya. Dengan rahmat-Mu aku meminta pertolongan.” (HR. At Tirmidzi)
Keempat, menjauhi perbuatan yang mengundang kemarahan Allah
Yaitu menjauhi ucapan-ucapan buruk, menampari pipi, mengoyak-ngoyak pakaian, mancakari wajah, meratap, dan perbuatan-perbuatan lain yang tidak Allah senangi.
Kelima, tidak mengeluh kepada makhluk
Mengeluh kepada makhluk merupakan tingkatan keluhan yang paling hina. Bagaimana mungkin seseorang mengeluhkan Penciptanya kepada manusia yang sangat lemah? Ini merupakan tindakan yang tidak sepatutnya dilakukan oleh seorang Muslim.
Keenam, meringankan musibah dengan mengingat kematian
Sesungguhnya mengingat kematian akan membuat seseorang merasa ringan dalam menghadapi musibah yang menimpanya. Di antara dalil yang menunjukkan bahwa mengingat kematian akan meringankan musibah adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ : المَوْتِ ، فَإِنَّهُ لَمْ يَذْكُرْهُ أَحَدٌ فِي ضِيْقٍ مِنَ العَيْشِ إِلَّا وَسَّعَهُ عَلَيْهِ ، وَلَا ذَكَرَهُ فِي سَعَةٍ إِلَّا ضَيَّقَهَا عَلَيْهِ
“Perbanyaklah mengingat pemutuskan kelezatan, yaitu kematian, karena sesungguhnya tidaklah seseorang mengingatnya ketika dalam keadaan kesempitan hidup, melainkan dia akan melapangkannya, dan tidaklah seseorang mengingatnya ketika dalam keadaan lapang, melainkan dia akan menyempitkannya.” (HR. Ibnu Hibban)
Ketujuh, menyadari adanya nikmat Allah pada musibah
Umar bin al Khatthab radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Tidaklah musibah menimpaku, melainkan Allah menurunkan tiga nikmat bagiku karena musibah tersebut. Pertama, musibah itu tidak menimpa agamaku. Kedua, musibah itu tidak lebih besar daripada musibah yang lainnya. Ketiga, Allah mengilhamkan kesabaran bagiku dalam menghadapinya.”
Kedelapan, mengingat Qadha (ketentuan Allah) yang telah tertulis
Allah subhanahu wata’ala berfirman,
مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِى ٱلْأَرْضِ وَلَا فِىٓ أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِى كِتَٰبٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَآ ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٌ. لِّكَيْلَا تَأْسَوْا۟ عَلَىٰ مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا۟ بِمَآ ءَاتَىٰكُمْ ۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Qs. Al Hadid : 22-23)
Kesembilan, mengharapkan jalan keluar dari Allah
Wajib bagi setiap Muslim menggantungkan harapannya kepada Allah ketika tertimpa musibah. Sebab, hanya Dialah yang mampu menghilangkan musibah yang menimpanya. Seorang Muslim hendaklah menghadapkan hatinya dengan penuh harapan, agar Allah menghilangkan musibah tersebut serta mengusir rasa sedih dan duka. Dan jangan sekali-kali ia mengharapkan hilangnya musibah kepada selain Allah azza wajalla.
Allah subhanahu wata’ala berfirman,
فَإِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا. إِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (Qs. Al Insyirah : 5-6)
Allah subhanahu wata’ala juga berfirman,
وَلَا تَا۟يْـَٔسُوا۟ مِن رَّوْحِ ٱللَّهِ ۖ إِنَّهُۥ لَا يَا۟يْـَٔسُ مِن رَّوْحِ ٱللَّهِ إِلَّا ٱلْقَوْمُ ٱلْكَٰفِرُونَ
“dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”. (Qs. Yusuf : 87)
Wallahu ta’ala a’lam
Itulah beberapa adab-adab Islam ketika tertimpa musibah dan kesulitan. Semoga bermanfaat.
Referensi : Ensiklopedi Adab Islam – Bab Al Mashaaib wal Kurab Karya Syaikh Abdul Aziz bin Fathi as Sayyid Nada
Komentar