Segala puji bagi Allah atas segala nikmatNya. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga, dan sahabat-sahabatnya, serta bagi mereka yang mengikuti petunjuknya.
Al Qur’an adalah Kalamullah yang diturunkan melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai petunjuk bagi manusia. Dalam membaca Al Qur’an, ada beberapa adab yang harus diperhatikan oleh seorang yang membacanya, supaya ia mendapat berkah dari bacaannya serta meraih pahala yang sempurna. Berikut beberapa adab dalam membaca Al Qur’an yang dapat kita amalkan.
Pertama, niat yang benar
Orang yang membaca Al Qur’an hendaknya meniatkan bacaan Al Qur’annya ikhlas karena Allah semata, mencari pahala Allah, dan bukan karena riya’ ataupun sum’ah kepada manusia. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
إِنَّ اللهَ تعالى لا يَقْبَلُ مِنَ العملِ إلَّا ما كان له خالصًا ، وابْتُغِيَ بِهِ وِجْهَهُ
“Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak menerima suatu amal kecuali yang dilakukan dengan ikhlas dan semata-mata mengharap wajahNya.” (HR. an Nasa’i)
Kedua, membaca Al Qur’an dalam keadaan suci
Bersuci sebelum membaca Al Qur’an akan mendatangkan pahala yang lebih besar dan pahalanya menjadi lebih sempurna. Meskipun demikian ia juga boleh membaca Al Qur’an dari hafalannya tanpa berwudhu terlebih dahulu.
Ketiga, bersuci ketika hendak menyentuh mushaf Al Qur’an
Dalil akan hal ini adalah Firman Allah subhanahu wata’ala,
لَّا يَمَسُّهُۥٓ إِلَّا ٱلْمُطَهَّرُونَ
“Tidak menyentuhnya (Al Qur’an) kecuali orang-orang yang disucikan.” (QS. Al Waqiah : 79)
Menyentuh mushaf tanpa berwudhu terdapat perbedaan pendapat para ulama, namun untuk kehati-hatian, hendaknya berwudhu ketika ingin menyentuh mushaf Al Qur’an.
Keempat, membaca Al Qur’an dengan menghadap kiblat
Sejumlah ahli ilmu seperti Imam an Nawawi dan yang selainnya, menganjurkan bagi orang yang membaca Al Qur’an untuk menghadap ke kiblat, meskipun itu bukan sebuah keharusan. Namun menghadap kiblat lebih mendorong kekhusyu’an dan lebih utama daripada menghadap ke selain arahnya. Wallahu a’lam.
Kelima, membaca Al Qur’an dengan duduk
Duduk ketika membaca Al Qur’an dimaksudkan untuk lebih menghormati Kitabullah dan mengagungkan syiar-syiarNya. Namun apabila seseorang membacanya dengan berbaring, berdiri atau sambil berjalan, maka tidaklah mengapa. Sebagaimana Firman Allah subhanahu wata’ala,
ٱلَّذِينَ يَذْكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَٰمًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ
“Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring.” (QS. Ali Imran : 191)
Dan juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah membaca Al Qur’an sambil berbaring, seperti yang diceritakan Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
أنَّ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: كانَ يَتَّكِئُ في حَجْرِي وأَنَا حَائِضٌ، ثُمَّ يَقْرَأُ القُرْآنَ
“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berbaring di pangkuanku ketika aku sedang haid, kemudian Beliau membaca Al Qur’an.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Keenam, bersiwak sebelum membaca Al Qur’an
Bersiwak bertujuan untuk mengarumkan bau mulut yang keluar darinya Kalamullah. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika memerintahkan Ali radhiyallahu ‘anhu untuk bersiwak, kemudian bersabda,
إن العبدَ إذا قامَ يصلّي أتاهُ الملك فقامَ خلفهُ يستمعُ القرآنَ ويَدْنو ، فلا يزالُ يستمِعُ ويدنُو حتى يضعَ فاهُ على فيهِ فلا يقرأ آيةً إلا كانتْ في جوفِ الملكِ
“Sesungguhnya seorang hamba apabila hendak berdiri mendirikan sholat, datanglah malaikat padanya. Kemudian malaikat tersebut berdiri di belakangnya, mendengarkan bacaan Al Qur’annya, dan semakin mendekat padanya. Senantiasa malaikat itu mendengarkan dan mendekat sampai dia meletakkan mulutnya ke mulut hamba tersebut. Dan tidaklah hamba itu membaca suatu ayat kecuali ayat tersebut masuk ke perut malaikat.” (HR. Al Baihaqi)
Ketujuh, membaca dengan tartil
Membaca dengan tartil ialah membaca Al Qur’an secara perlahan-lahan atau tidak terburu-buru, membetulkan lafadz dan huruf-hurufnya, serta menjaga hukum-hukum tajwidnya. Sebagaimana Firman Allah subhanahu wata’ala,
وَرَتِّلِ ٱلْقُرْءَانَ تَرْتِيلًا
“Dan bacalah Al Quran itu dengan tartil (perlahan-lahan).” (QS. Al Muzammil : 4)
Kedelapan, membaguskan suara saat membaca Al Qur’an
Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
زينوا القرآنَ بأصواتِكم ؛ فإنَّ الصوتَ الحسنَ يزيدُ القرآنَ حسنًا
“Hiasilah Al Qur’an dengan suara kalian. Sesungguhnya suara yang bagus itu menambah bagus Al Qur’an” (HR Abu Dawud, ad Darimi, al Hakim, dan al Baihaqi)
Namun perlu diketahui bahwa memperbagus suara tetap harus memperhatikan makharijul huruf dan hukum-hukum tajwid, serta tidak boleh menyerupai dengan lagu-lagu sebagaimana yang telah diketahui.
Kesembilan, menampakkan kekhusyu’an, kesedihan dan tangisan ketika membaca al qur’an
Hendaknya bagi orang yang membaca Al Qur’an berusaha untuk mendatangkan rasa sedih dan khusyu’ serta menampakkan seolah-olah menangis. Namun hal ini dilakukan untuk menyempurnakan faedah yang diperolehnya dari Al Qur’an, bukan untuk riya’ maupun sum’ah.
Hal ini berdasarkan Firman Allah Ta’ala
إِذَا تُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ ءَايَٰتُ ٱلرَّحْمَٰنِ خَرُّوا۟ سُجَّدًا وَبُكِيًّا
“Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.” (QS. Maryam : 58)
Kesepuluh, mentadaburi Al Qur’an dan memahami maknanya
Ini merupakan adab tilawah yang paling agung dan paling wajib atas orang yang membaca Al Qur’an. Seseorang tidak akan dapat mengambil faedah dari bacaan Al Qur’an tanpa mentadaburinya. Sebagaimana dalam Firman Allah subhanahu wata’ala,
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ ٱلْقُرْءَانَ أَمْ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقْفَالُهَآ
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur’an ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad : 24)
Kesebelas, berhenti membaca apabila sudah mengantuk
Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ مِنَ اللَّيْلِ فَاسْتَعْجَمَ الْقُرْآنُ عَلَى لِسَانِهِ فَلَمْ يَدْرِ مَا يَقُولُ فَلْيَضْطَجِعْ
“Apabila salah seorang kamu bangun di malam hari, lalu lisannya merasa sulit membaca Al Qur’an hingga tidak menyadari apa yang ia baca, maka hendaknya ia berbaring (tidur).” (HR. Muslim)
Kedua belas, bagi wanita haid dan nifas diperbolehkan membaca Al Qur’an dengan tidak menyentuh mushaf. ini adalah pendapat ulama yang lebih kuat.
Wallahu ta’ala a’lam
Itulah beberapa adab-adab Islam ketika membaca Al Qur’an yang semoga kita dimudahkan untuk mengamalkannya. Semoga bermanfaat.
Referensi : Ensiklopedi Adab Islam – Bab Tilawatul Qur’an Karya Syaikh Abdul Aziz bin Fathi as Sayyid Nada
Komentar